I made this widget at MyFlashFetish.com.

Sabtu, 08 November 2008

PENGGUNAAN RADIOSOTOP UNTUK MENDAPATKAN SUATU INFORMASI PERMASALAHAN HIDROLOGI TERTENTU

Penggunaan radioisotop sebagai perunut untuk suatu penyelidikan bertujuan untuk mendapatkan suatu informasi atau jawaban suatu permasalahan hidrologi tertentu. Data atau informasi yang diperoleh akan menjadi masukan untuk tindak lanjut perbaikan (problem solving) dari masalah yang dihadapi. Prinsip dasar dari teknik perunut adalah penandaan (pelabelan) terhadap suatu sistem (hidrologi) atau bagian dari sistem yang akan diselidiki, segala kelakuan dan peristiwa yang dialami oleh sistem tersebut diketahui dari hasil pemonitoran perunut yang memberikan informasi tentang kelakuan dari sistem secara keseluruhan. Untuk dapat dipakai sebagai perunut, suatu bahan harus memenuhi kriteria tertentu dimana bahan perunut tersebut harus dapat menyatu atau menjadi bagian dari sistemnya, dan kehadirannya dalam sistem tidak boleh mengganggu, mengubah atau mempengaruhi sistem yang diselidiki.

1. Aplikasi isotop buatan (Artificial radioisotopes).
Dalam bidang hidrologi banyak dijumpai masalah yang menyangkut dinamika air dimana teknik perunut dengan radioisotop sering sangat berperanan dalam memberikan informasi tentang masalah yang menyangkut dinamikanya dan mengungkapkan anomali yang terjadi. Masalah utama dalam bidang hidrologi yang sering dijumpai dapat dikelompokkan ke dalam 3 kegiatan sebagai berikut:

a. Pengukuran kecepatan aliran
Prinsip dari teknik pengukuran ini adalah metoda pengenceran isotop, yaitu larutan isotop dengan aktivitas tertentu di-injeksikan ke dalam aliran sungai pada segmen yang akan ditentukan debitnya. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap tingkat aktivitas isotop di bagian hilir dari tempat injeksi. Ada dua metoda pengukuran yaitu constant rate injection dan instantinuous injection.

b. Kebocoran dan rembesan
Masalah yang sering timbul pada suatu reservoir air, misalnya bendungan, waduk dan lain-lain adalah adanya kekhawatiran adanya kebocoran yang melebihi toleransi yang keluar dari suatu reservoir. Untuk mengetahui apakah bocoran itu berasal dari air waduk ataukah dari sumber lain (misalnya dari air tanah), teknik perunut radioisotop dapat membantu memberikan jawaban yang pasti dan lebih lanjut dapat memberikan informasi dimana lokasi daerah bocorannya. Radioisotop yang digunakan sebagai perunut harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain: tidak berbahaya bagi manusia atau mahkluk hidup lain di sekelilingnya, aktivitasnya rendah, waktu paronya pendek, larut dalam air, tidak diserap oleh tanah atau tubuh bendungan/dam dan oleh tumbuhan. Radioisotop dilepaskan pada tempat tertentu di reservoir (air dam) yang diperkirakan sebagai tempat terjadinya rembesan/bocoran pada dam/bendungan. Apabila terjadi kebocoran pada bendungan tersebut, maka air yang telah diinjeksi/dilepas, radioisotop akan masuk mengikuti arah bocoran. Dengan mengikuti/mencacah air yang keluar dari mata air, sumur-sumur pengamat yang terdapat di daerah downstream, maka akan dapat diketahui adanya bocoran/rembesan dan arah dari rembesan dam tersebut.

c. Inter-koneksi
Inter-koneksi ini adalah masalah di lapangan minyak dan lapangan panas bumi, dimana ingin diketahui apakah ada hubungan antara satu sumur (sumur minyak/panas bumi) dengan sumur lainnya lapangan tertentu. Di bidang perminyakan informasi tentang inter-koneksi antara sumur-sumur minyak diperlukan dalam usaha meningkatkan produksi minyak bumi yang dinamakan kegiatan enhanced oil recovery yaitu suatu kegiatan peng-injeksian air secara terus menerus kedalam salah satu sumur untuk meningkatkan tekanan reservoir minyak sehingga memudahkan pemompaan dari sumur produksi yang lain. Test dengan perunut radioaktif yang dilakukan ini berguna untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antar sumur injeksi dengan sumur produksi di sekitarnya serta time breakthrough-nya. Pada lapangan panas bumi inter-koneksi antar sumur produksi uap perlu diketahui, terutama antara sumur re-injeksi kondensat uap dan sumur-sumur produksi uap. Perunut radioaktif yang digunakan untuk penelitian inter-koneksi di lapangan panas bumi ini terutama adalah Tritium dan Xenon-133

2. Aplikasi isotop alam
Untuk studi suatu sistem hidrologi yang mencakup daerah yang luas tersebut dapat memanfaatkan isotop alam, baik yang radioaktif maupun yang stabil. Isotop alam yang dimaksud disini ialah isotop alam yang dapat berasosiasi dengan molekul air atau menjadi bagian dari molekul air itu sendiri (H-2, H-3, O-18, C-13, C-14). Deuterium (H-2) dan O-18 keberadaan dan konsentrasinya di dalam sistem hidrologi di alam dipengaruhi oleh variabel fisis yang terjadi di alam ini, misalnya suhu udara, tekanan udara, kelembaban udara, lokasi geografis dan ketinggian (altitude). Kedua isotop tersebut merupakan perunut yang sangat ideal karena merupakan bagian dari molekul air itu sendiri, sedang C-14 biasanya terdapat dalam persenyawaan karbonat yang larut dalam air. Prinsip studi tentang fenomena hidrologi dengan isotop stabil H-2 dan O-18 adalah mempelajari adanya variasi komposisi isotop stabil dari molekul air dari sampel-sampel yang diambil dari berbagai tempat pada sistem hidrologi yang diselidiki. Karena variasi kandungan isotop stabil ini berkaitan dengan variabel fisis dan proses yang dialami dalam sistem hidrologinya (evaporasi dan kondensasi) maka interpretasi dari fenomena-fenomena yang dijumpai dapat dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi perubahan fisis yang menyertai sistem hidrologinya. Untuk analilsis isotop stabil H-2 dan O-18 digunakan spektrometer masa.Tritium (H-3) dan C-14 yang ada di alam ini terjadi dari radiasi sinar kosmik pada atom nitrogen di atmosfer. Kedua isotop alam yang bersifat radioaktif ini berguna untuk menentukan umur air tanah. Dari data tentang umur air tanah maka dapat di-interpretasikan residence time dari masa air tanah ini berada dalam sistem akuifernya.

a. Studi daerah resapan
Faktor utama yang mempengaruhi fraksinasi isotop stabil dalam proses evaporasi dan kondensasi yang terjadi dalam suatu sistem hidrologi adalah suhu udara. Fenomena ini digunakan untuk studi mengetahui lokasi daerah resapan dari suatu akuifer. Dari membandingkan nilai komposisi isotop stabil dari akuifer dengan nilai komposisi isotop stabil air hujan yang dikumpulkan dari berbagai ketinggian maka daerah resapan air hujan dapat diketahui. Dengan demikian dapat diketahui asal-usul dari suatu sumber air.

b. Inter-koneksi antara air tanah dan air permukaan
Pada contoh kasus diatas dikemukakan bahwa pengisisan sumber air tanah terjadi atau berasal dari lokasi yang lebih tinggi. Dalam kasus lainnya, misalnya apakah sungai yang mengalir dalam suatu daerah tertentu, atau suatu danau pada suatu lokasi mempunyai kontribusi mengisi sumber air tanah dibawahnya? Hal ini dapat dipastikan dengan menganalisis konsentrasi isotop stabil air tanah dan konsentrasi isotop stabil dari air sungai, danau. Apabila komposisi isotop stabilnya mempunyai korelasi maka dapat dipastikan adanya hubungan antara air tanah dengan air permukaan tersebut.

c. Penanggalan (dating) air tanah.
Isotop alam radioaktif C-14 dan H-3 dialam terlarut sebagai senyawa karbonat dan senyawa air dalam atmosfer. Air hujan yang membawa kedua unsur radioaktif tersebut meresap dalam lapisan tanah menjadi air tanah sehingga aktivitas unsur radioktifnya akan meluruh (decay) sesuai dengan umur parohnya. Dengan menganalisis aktivitas sisa dari unsur radioisotop sample air tanah akan diperoleh data berapa lama air tanah berada dalam system akuifernya sejak ia meresap didaerah resapannya. Dengan kata umur air tanah tersebut dapat diketahui.

d. Penentuan Gerakan Sedimen di Pelabuhan dan Daerah Pantai.
Pendangkalan pelabuhan dan alur pelayaran yang menyangkut kelangsungan pelayaran perhubungan laut merupakan masalah yang cukup serius. Pergerakan dan pengendapan lumpur tanah ini merupakan peristiwa alam, oleh karena itu tidak dapat dihentikan, namun hanya diusahakan mengurangi dampaknya terhadap alur dan kolam pelabuhan. Terjadinya pendangkalan alur pelabuhan dan kolam pelabuhan, mengakibatkan kapal-kapal besar tidak dapat merapat ke dermaga, sehingga bongkar muat barang akan terganggu, sedangkan untuk mengeruk lumpur itu membutuhkan biaya yang cukup besar.Salah satu usaha untuk memperkecil kecepatan terjadinya pendangkalan (endapan lumpur) adalah dengan cara mengetahui dari mana asal dan kemana arah gerakan sedimen tersebut. Untuk estimasi laju pendangkalan alur pelabuhan dapat diterapkan teknik nuklir dengan menggunakan teknik perunut radioisotop. Radioisotop yang digunakan berupa pasir tiruan, bentuk dan ukurannya menyerupai pasir yang terdapat pada pelabuhan yang akan diteliti. Radioisotop yang sering digunakan adalah Iridium-192, Aurum-198, dan Scandium-46.Setelah radioisotop diinjeksikan ke dasar laut, kemudian radiasi yang dipancarkan dilacak dengan detektor dan responnya akan dicatat dengan mesin pencatat radiasi (recorder). Pemantauan terhadap radioisotop yang dilepas ke dasar laut dilakukan beberapa kali dengan jangka waktu tertentu. Dari hasil pemantauan itu secara kumulatif dapat ditentukan arah gerakan sedimen, tebal lapisan sedimen, dan kecepatan rata-rata lapisan sedimen. Data yang diperoleh ini dapat pula digunakan untuk menentukan pembangunan pelabuhan baru yang sesuai dan tidak memerlukan biaya pengerukan yang tinggi.

Kerusakan Kawasan DAS

Berfungsinya sistem hidrologi pada ekosistem daerah aliran sungai akan meminimalkan sampai titik terendah banjir dan kekeringan. Banjir dan kekeringan merupakan dua peristiwa saling menunjang, terjadi pada kurun waktu musim yang berbeda. Banjir atau kekeringan terjadi terutama di kawasan hilir (rendah).
Fenomena degradasi alam sebagai akibat ulah menusia dengan indikasi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau sudah merupakan acara rutin tahunan. Berbagai bentuk kegiatan normalisasi sungai untuk menangani masalah tersebut selalu dilakukan, bahkan menelan biaya relatif tinggi bila dibandingkan dengan program pembangunan lain. Kenyataan di lapangan menunjukkan, banjir atau kekeringan justru semakin parah kondisinya dan menambah penderitaan masyarakat.
Kota atau kabupaten dengan wilayah administratif tidak akan bertambah luas, pada sisi lain jumlah penduduk terus bertambah. Urbanisasi dan angka kelahiran sebagai faktor penyebab penduduk kota atau kabupaten di kawasan pantura terus bertambah. Konsekuensi yang ditimbulkan adalah konversi penggunaan lahan.
Lahan pertanian telah berubah menjadi kawasan permukiman, perdagangan, industri, infrastruktur pembangunan, dan sebagainya. Kondisi tersebut sangat memperlambat dan mengurangi luas lahan bagi terjadinya infiltrasi air ke dalam tanah. Kemudian yang terjadi adalah banjir.
Banjir adalah genangan air di permukaan tanah. Genangan terjadi akibat tidak baiknya sistem drainase, sehingga tumpahan air hujan dan atau kiriman air dari daerah hulu tidak tertampung oleh sungai. Kondisi tersebut akan sangat mengganggu aktivitas dan membuat penderitaan manusia.
Kerusakan biofisik, kerugian, dan penderitaan saat dan setelah banjir tidak dapat dihindari oleh masyarakat. Kerugian harta benda dan hilangnya nyawa selalu menghantui masyarakat ketika musim hujan tiba. Tingginya curah hujan tidak dapat diminimalkan oleh teknologi. Air kiriman dari kawasan hulu dapat diminimalkan oleh penerapan teknologi konservasi.
Dari sumber datangnya air, antisipasi yang dapat dilakukan adalah prediksi besarnya debit air kiriman dari hulu. Nilai prediksi yang diperoleh dapat digunakan untuk melakukan rekayasa teknologi konservasi tanah dan air.
Masalah lain penyebab banjir adalah sampah. Sisa hasil produksi berupa limbah dari berbagai kegiatan manusia makin berlimpah. Limbah padat (sampah) merupakan faktor dominan penyebab sedimen dan penyumbatan aliran sungai. Penyumbatan saluran sungai akan menghambat lancarnya jalannya air, sekaligus menjadi penyebab meluapnya air.
Sedimen yang melapisi dasar sungai merupakan penyebab makin berkurangnya kapasitas daya tampung sungai.
Ketika Malaysia mendirikan Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) tahun 1983, kita terbelalak. Padahal, mereka sebelumnya banyak belajar dari Indonesia. Inovasi itu ternyata tidak mendorong Indonesia untuk segera mendirikan bank Islam. Jangankan mendirikan bank Islam, mendirikan lembaga keuangan Islam berskala gurem sekalipun tak mungkin. Bukan hanya karena tidak ada sumber daya dan modal, melainkan juga karena tidak ada perhatian dari pemerintah.
Permasalahan lain penyebab banjir adalah pengelolaan daerah aliran sungai sebagai tindakan menuju normalisasi siklus hidrologi. Normalisasi siklus hidrologi kawasan DAS sangat dominan dalam meminimalkan sampai titik terendah banjir dan kekeringan.
Tindakan dalam pengelolaan DAS meliputi bidang-bidang biofisik, pemberdayaan masyarakat, dan kelembagaan. Yang dimaksud dengan biofisik adalah rehabilitasi kondisi lahan kawasan daerah aliran sungai untuk dijadikan arahan di dalam progam perencanaan pengendalian banjir terpadu.
Zona-zona resapan air baik berupa perencanaan kawasan resapan maupun tampungan air (situ/ embung) untuk mendapatkan prioritas pembangunannya. Juga dilakukan penghijauan atau penanaman tanaman (hutan resapan) di kawasan hulu DAS dan penanaman tanaman keras di sepanjang bantaran sungai.
Jika hal itu dilakukan akan diperoleh beberapa hal. Pertama, berkurangnya laju aliran permukaan. Kedua, perbesaran laju infiltrasi air. Ketiga, peminimalan erosi. Keempat, penambahan kadar oksigen dalam udara, dan kelima, penambahan hasil buah dan kayu.
Usaha lain dalam rangka mengurangi banjir adalah pembuatan tampungan air (situ/embung) atau sumur resapan. Pada musim hujan, prasarana itu sebagai tempat penampungan air dan pada musim kemarau berfungsi sebagai sumber air cadangan irigasi.
Yang berkaitan dengan sungai adalah melaksanakan program normalisasi sungai dengan pembuatan turap tebing sungai (beronjong) dalam rangka mencegah longsor dan memperbesar daya tampung air, di samping pengerukan sedimen dari dasar sungai.
Selain itu, pemberdayaan masyarakat dengan penyuluhan, kampanye, dan bimbingan tentang cinta lingkungan diintensifkan sebagai program pembangunan pemerintah daerah. Dalam hal ini, peran pemerintah sebagai fasilitator, tokoh, dan pemuka masyarakat sebagai sosok anutan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai pendamping pembangunan, dan perguruan tinggi sebagai pengembang teknologi sangat berarti untuk melangkah bersama dalam memberdayakan peran aktif masyarakat sebagai upaya pengendalian banjir atau kekeringan.
Teknis pelaksanaannya dirumuskan bersama secara komprehensif di bawah koordinasi Badan Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) yang bertanggung jawab atas kelestarian sumber air dalam lingkup kawasan DAS.

Kelembagaan
Di tingkat kelembagaan, penanganan masalah banjir (air) berarti juga soal sistem hidrologi. Dalam perencanaan pengendalian banjir, pemecahannya harus ditinjau dari sudut pandang kawasan DAS, tidak dapat per daerah administratif yang ada dalam satu kawasan. Pembicaraan harus dilakukan bersama antarpemerintah daerah kota/ kabupaten (dinas terkait) dalam satu pandangan, yaitu program perbaikan komponen-komponen sistem hidrologis DAS. Badan pengelolaam sumber daya air dapat ditunjuk sebagai koordinator.

Minggu, 02 November 2008

Desain Gaya Arsitektur Bangunan yang Tanggap Terhadap Lingkungan Beriklim Tropis

Perubahan suhu yang saat ini terjadi secara global mengakibatkan perubahan pola hidup manusia termasuk pula di bidang arsitektur perancangan, berkembang pesatnya material bangunan memiliki kecenderungan semakin hari semakin tidak ramah terhadap lingkungan. Pola kehidupan manusia mulai berubah dengan sendirinya, begitupula dengan gaya berarsitektur masyarakat saat ini, di Negara seperti Indonesia ini, iklim merupakan salah satu hal yang paling harus dipertimbangkan untuk melaksanakan sesuatu, dalam pemilihan bahan bangunan tentu saja iklim sangat berpengaruh. Berbeda dengan Negara-negara Eropa yang merupakan negara tidak beriklim tropis, perbedaan sangat signifikan terjadi manakala penerapan gaya bangunan berlainan iklim diterapkan pada sebuah negara yang berlawanan iklimnya. Indonesia beriklim tropis yang memiliki curah hujan yang sangat tinggi, hujan terjadi di negara ini bisa sangat lebatnya dengan angin yang kencang. Berbeda dengan negara Eropa yang merupakan negara beriklim sub tropis meiliki curah hujan yang cukup kecil, dalam hal gaya arsitektur negara-negara ini memiliki pandangan tersendiri untuk menyesuaikan dengan iklim mereka, maka munculah aliran-aliran arsitektur dengan gaya mereka, dengan pengaruh negara Eropa yang sangat kuat terhadap negara lainnya maka teori-teori tentang arsitektur cara barat tersebar dengan mudah. Negara Tropis seperti di Indonesia sebagian besar masyarakatnya adalah orang-orang yang paham akan teknologi dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru, dalam hal ini adalah gaya arsitektur.
Banyaknya literatur dari barat tidak mengindikasikan gaya arsitektur mereka beberapa sangat tidak cocok jika diterapkan di kawasan tropis. Maka yang terjadi adalah banyak bangunan-bangunan di negara tropis justru bangunan yang sebenarnya paling layak jika di bangun di kawasan sub tropis, akibatnya adalah penyesuaian-penyesuaian banyak dilakukan pada bangunan tersebut.
Hendaknya dalam mewujudkan arsitektur yang maju harus dipertimbangkan iklim yang paling utama, bila ditelaah lebih dalam, bangunan tradisional Indonesia adalah bangunan yang paling cocok di kawasan tropis ini, selain hemat energi, bahan bangunannya tidak merusak lingkungan dan tidak menimbulkan efek yang merugikan bagi kawasan sekitarnya dalam kata lain sebagai bangunan yang ramah terhadap lingkungan, jika ini diterapkan pada skala yang lebih besar maka akan terwujud kawasan yang ramah lingkungan.
Pembahasan

Dewasa ini bangunan tradisional Indonesia mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri, beragam gaya arsitektur mewabah di bumi Indonesia, dan semua adalah asli produk dari bangsa Barat. Istilah ”global architecture destroyed the regional environment” merupakan salahsatu hal yang patut dicermati, masyarakat bangsa-bangsa timur saat ini lebih condong dengan arsitektur barat yang pada hakekatnya malah menghancurkan khasanah arsitektur timur yang unik dan berasal dari tempat-tempat aslinya.
Hal yang paling penting untuk dijadikan parameter kebutuhan desain arsitektur adalah iklim, cuaca atau keadaan suhu disuatu tempat. Secara global adalah iklim di wilayah dunia bagian timur adalah tropis, tropis meliputi beberapa bagian bumi, meliputi sabuk yang lebar di sekitar pertengahan bumi, luasnya kira-kira 23,50 tingkat kearah kedua kutup dari katulistiwa dan berisi hampir 40% total permukaan daratan bumi, dengan curah hujan yang relatif tinggi, suhu udara yang cukup tinggi, pada siang hari mampu mencapai 350 C yang harus ditoleransi oleh masyarakat tropis, banyaknya hujan yang sering terjadi pada kawasan tropis memiliki tingkat kelebatan yang tinggi. Dari segi positif keadaan ini adalah tropis memiliki hutan-hutan yang lebat, pohon-pohon mudah untuk tumbuh, sehingga tercipta keseimbangan antara cuaca yang ekstrim dengan pengendalinya yaitu pepohonan.
Masyarakat tradisional kawasan timur sudah sejak lama mengakomodasikan alam ini, belajar dari alam lalu menyesuaikan dengan alam untuk dapat beradaptasi dengan baik, namun keadaan mulai berubah manakala dominasi barat mengalami penguatan dalam segala hal, pada bidang arsitektur dimulai pada abad ke-20 arsitektur telah menjadi sekedar fungsional, rasionalisme, standarisasi dan ekonomi, kesemuanya ini adalah kehidupan yang dibuat-buat yang membosankan. Maka muncul penerapan-penerapan desain baru yang bukan sekedar hal-hal diatas, kreatifitas, gaya hidup, dan perubahan pola pikir masyarakat mempengaruhi apresiasi desain arsitektur.
Hegemoni barat mengakar kuat sejak dahulu mengakibatkan masyarakat timur mulai tercuci otaknya dengan adanya teori-teori negara barat, idiom bahwa negara barat adalah negara yang maju (walaupun kenyataannya memang demikian) mengakibatkan masyarakat negara timur menjadikan negara barat sebagai acuan dalam segala bidang. Dalam ranah arsitektur begitu kentara dengan pemakaian teori-teori barat untuk literatur desain, disebutkan sebagai teori-teori yang pakem namun jika diaplikasikan di kawasan ini dibutuhkan beberapa penyesuaian.
Banyak faktor yang mengakibatkan masyarakat tropis memilih teori-teori, langgam-langgam arsitektur barat, diantaranya adalah faktor ekonomi, walaupun bukan sebagai faktor utama, faktor ekonomi memberikan dampak yang cukup signifikan, saat ini banyaknya masyarakat dengan ekonomi berlebih menjadikan prestise sebagai kiblatnya, dalam bidang arsitektur di Indonesia khususnya ukuran keberhasilan seseorang adalah memiliki rumah yang mewah, megah, dan mengikuti gaya arsitektur barat yang sedang tenar. Jika disinkronkan dengan bidang arsitektur biasanya masyarakat ini lebih memilih desain bangunannya yang tidak ada duanya di kawasan tersebut dan disesuaikan dengan trend terbaru pada waktu itu, atau dengan desain-desain karya luar negeri, tidak memikirkan faktor iklim, lingkungan atau keseragaman kawasan, mereka lebih cenderung memperlihatkan perbedaan secara ekstrim.
Faktor lainnya yang berpengaruh adalah pola pikir masyarakat yang cenderung mentasbihkan negara barat sebagai pusat dari segala-galanya. Perkembangan jaman yang begitu pesat, perkembangan teknologi yang kian meningkat menjadikan hidup semakin dipermudah dengan teknologi, segalanya saat ini menjadi serba instan, mudah diakses, dan tidak perlu membebani pikiran. Dalam bidang arsitektur pola pemikiran ini berlaku, dengan munculnya desain-desain dengan gaya arsitektur yang beragam, kesemuanya itu menindaklanjuti paradigma pemikiran manusia yang semakin maju dan berkembang.

Sebuah rumah dengan gaya arsitektur mediterania yang disesuaikan dengan iklim tropis

Pemilihan gaya arsitektur yang dipengaruhi oleh gaya arsitektur barat sering diaplikasikan pada perumahan di kawasan tropis, sekedar untuk mengejar keuntungan ekonomi saja atau mengapresiasi keinginan masyarakat modern.Konsekuensinya adalah dengan penambahan-penambahan bahan guna mengantisipasi kekurangsesuaian gaya arsitektur barat pada iklim tropis.
Dari gambar diatas mengindikasikan bahwa perlu penyesuaian terhadap bangunan-bangunan dengan desain yang kurang akrab dengan kondisi iklim tropis. Permasalahan yang didapat adalah jatuhnya air hujan yang berlimpah sehingga mengakibatkan teras rumah menjadi tergenang, terjadi rembesan-rembesan air pada sekitar jendela dan pintu depan.
Seharusnya dalam menentukan pemilihan gaya bangunan perlu diperhatikan beberapa aspek yang penting, beberapa kriteria tersebut adalah:- kondisi klimat yang terdapat pada wilayah tersebut, dengan memperhatikan: suhu maksimum, minimum dan§ rata-rata. Curah hujan.§ Radiasi matahari.§ Arah dan kecepatan§ angin.Pemahaman seperti ini memang seharunya diberikan oleh arsitek untuk meyakinkan klien bahwa penyesuaian gaya arsitektur pada iklim nantinya sangat perlu, akan berkaitan dengan daya tahan bangunan, kenyamanan penghuni, dan kesatuan lingkungan serta dampak ekologi yang akan timbul.Salah satu aplikasi bangunan yang diharapkan sesuai dengan lingkungan dengan iklim tropis adalah Menara Mesiniaga Malaysia, dengan konsep arsitektur bioklimatik, mengetengahkan bangunan dengan green building.

Menara Mesiniaga dengan konsep arsitektur bioklimatik
Salah satu hal yang dipikirkan pada bangunan ini adalah memanfaatkan energi matahari sehingga hemat pada beberapa komponen bangunan.
Iklim tropis memiliki cahaya matahari yang menerangi sepanjang 12jam, sehingga pemanfaatannya dapat berguna untuk bangunan, tentunya dengan beberapa teknik penggunaan, seperti penggunaaan sun shading untuk mengatur seberapa banyak pancahayaan yang masuk. Selain itu diterapkan pula pengolahan lansekap, berupa taman berbentuk spiral yang melilit dari bawah sampai atas bangunan. Lansekap vertikal ini berfungsi sebagai pendingin evaporatif supaya didapat kenyamanan termal (lingkungan disekitar bangunan menjadi tidak terlalu panas), pengaplikasian vegetasi pada strategi lansekap ini disamping menyediakan pembayangan terhadap area-area bagian dalam dan dinding bagian diluar, juga akan meminimalkan pemantulan panas dan sinar matahari. Selain itu lansekap vertikal dapat meningkatkan iklim mikro pada bangunan dan dapat menyerap polusi karbondioksida dan monoksida pada bangunan.
Jika penerapan-penerapan ini diaplikasikan pada bangunan-bangunan tropis maka diharapkan menjadi bangunan-bangunan yang tanggap terhadap lingkungan, sesua dengan ikim tropis dan tidak merugikan bangunan atau lingkungan disekitarnya. Dibutuhkan pemahaman akan gaya berarsitektur baik secara mikro tentang bangunan maupun secara global tentang lingkungan yang harus menjadi pertimbangan.


Kesimpulan
Seringkali seseorang terpancang dengan modernitas pemikiran gaya arsitektur yang berkembang pada saat ini, hal ini didukung dengan pengetahuan instan tentang arsitektur yang mulai marak di dapat pada buku-buku arsitektur, seharusnya pemikiran arsitektur harus diimbangi dengan seorang arsitek yang menerangkan akan kelebihan dan kekeurangan bahan konsumsi instan tersebut. Diharapkan pada masa selanjutnya adalah pemahaman akan arsitektur lebih baik bila disesuaikan dengan kondisi kehidupan di kawasan ini, baik dilihat dari faktor iklim, atau faktor-faktor yang lainnya.
“Arsitektur hijau adalah mendesain untuk menyatukan apa yang akan kita bangun (yaitu semua yang akan kita buat seperti gedung, jalan, mobil, pendingin, mainan, makanan, dll) dengan lingkungan alami di sekitarnya secara terpadu dan berkelanjutan.”(Ken Yeang, Betterbricks Interview)


Referensi
Hakim, R, 2003, Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap Prinsip-prinsip dan aplikasi desain, Bumi Aksara, Jakarta.Nugroho, F, 2005, Low Energy Office, Tugas Seminar Studi Kelompok Semester VII, Mahasiswa Strata Satu UNDIP (tidak dipublikasikan).Wright, F, 1939, Between Principle and Form,Yeang, K, 1996, The Skycraper, Bioclimatically Consider, Singapore.Yeang, K, 1987, Tropical Urban Regionalism, A Mimar Book, Singapore.

Selasa, 09 September 2008

Selasa, 29 Juli 2008

Sistem Mesin Uang Otomatis ( S M U O )


Manfaat apa yang akan anda peroleh setelah
memiliki Paket Informasi SMUO?

Saya akan pandu anda dengan 3 langkah pembangun bisnis di Internet, antara lain:

  • Langkah 1
    Bagaimana menciptakan produk, bahan baku penghasilan anda.
    Sekali lagi, tidak peduli bagaimana pengetahuan anda saat ini saya jamin anda bisa menciptakan produk dengan mudah.

  • Langkah 2
    Bagaimana membangun website otomatis pencetak uang.

    Tidak peduli seberapa dalam kepandaian teknis anda dalam merancang website saya jamin anda bisa memiliki website dengan sistem interaktif di dalamnya.

  • Langkah 3
    Bagaimana menarik sebanyak mungkin pengunjung ke website anda!
    Tidak peduli seberapa banyak pengalaman anda dalam berpromosi di internet, saya jamin anda bisa menghasilkan sebanyak mungkin pengunjung untuk membeli produk anda.

Ya... cukup 3 langkah itu saja untuk meraih penghasilan melimpah dari internet. Semua rahasia kesuksesan bisnis di internet, beserta informasi dan peralatan yang dibutuhkan akan anda temukan di sini! Tidak peduli bagaimana latar belakang pendidikan anda saat ini, selama anda bisa mengoperasikan komputer dan internet secara sederhana, maka saya jamin anda bisa menjalankan metode SMUO dengan mudah.

Jumat, 18 Juli 2008

NEGERI SAMPAH

Sebuah penelitian oleh Swiss Federal Institute of Aquatic Sciences di sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menghasilkan kesimpulan yang mengerikan. Menurut penelitian itu kawasan perairan pantai timur Sumatra adalah wilayah di Asia Tenggara yang paling beresiko terkontaminasai arsenik.

Bila melampaui ambang batas, arsenik bisa mematikan. Dan, menurut penelitian itu, bentangan wilayah seluas 100.000 hektare di sepanjang perairan pantai timur Sumatra berpotensi terkontaminasi arsenik diatas ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia, WHO.

Penyebabnya antara lain, penambangan batu-batuan yang meluas dikawasan itu; sumur-sumur penduduk yang digali sejak 1970-an dan 1980-an, serta tingginya pencemaran di Selat Malaka. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah tingkat pemakaian pestisida yang meluas dan lama di Indinesia.

Hasil penelitian itu sesungguhnya meneguhkan kembali untuk kesekian kali bahwa Indonesia adalah negara yang sangat lalai dalam soal pengendalian lingkungan. Pencemaran air dan laut serta lingkungan terjadi didepan mata dan bahkan didukung oleh kebijakan pemerintah.

Contoh yang paling aktual dewasa ini adalah bagaimana sejumlah anggota DPR dijebloskan ke bui dalam kasus korupsi pengalihan lahan hutan lindung.

Sayangnya, mereka masuk bui tidak karena melanggar ketentuan konservasi lingkungan, tetapi lebih disebabkan korupsi. Andaikata tidak terjadi korupsi dan suap, pengalihan hutan lindung dianggap tidak melanggar apa-apa.

Salah satu perusakan lingkungan yang didukung negara adalah izin penambangan di kawasan hutan lindung. Seperti diketahui, arsenik yang meningkat kadarnya disebabkan juga oleh pembukaan perut bumi yang terlalu luas, dalam, dan berkesinambungan. Dan lebih celaka lagi kalangan elite berperan memuluskan cara menjadikan laut Indonesia sebagai tempat sampah.

Masih segar dalam ingatan bagaimana para pengusaha menjadikan sampah berbahaya dari negara lain sebagai bisnis. Dengan dalih mengimpor pupuk, mereka menjadi agen pengangkut limbah berbahaya untuk dibuang ke laut-laut Indonesia yang sangat tidak terjaga.

Pengerukan pasir, termasuk pasir timah dari kawasan Bangka dan Belitung yang sempat dilarang, kini rupanya kini akan dibuka lagi perizinannya. Itu sekali lagi memperlihatkan dalam soal lingkungan Indonesia tidak memiliki komitmen kuat. Indonesia selalu tergoda untuk mengorbankan lingkungannya demi keuntungan komersial.

Kontaminasi arsenik yang mengancam jutaan penduduk di sepanjang pantai timur Sumatra adalah puncak dari gunung es yang amat membahayakan. Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, seperti biasa, tidak terbelalak oleh ancaman yang sangat serius itu. Dan seperti biasa, reaksi terhadap ancaman lingkungan selalu dijawab dengan kalimat klise : “Kami belum memperoleh laporan.” Kerusakan lingkungan karena kesengajaan, kealpaan, dan ketidak tahuan merebak didepan mata dan disetiap aspek kehidupan. Indonesia belum memperlihatkan komitmen yang sungguh-sungguh terhadap kelestarian lingkungan. Itu fakta yang mengganggu sekaligus memalukan. Memalukan inilah tingkat peradaban kita yang bangga dan tidak merasa terganggu sebagai tempat pembuangan sampah global.

Kamis, 10 Juli 2008

Mencermati Konversi Hutan Alam Menjadi Kebun Kelapa Sawit

Konversi hutan alam menjadi berbagai peruntukan terus berlanjut dengan laju yang sangat cepat. Setiap menitnya hutan alam seluas enam kali lapangan sepak bola rusak atau berubah menjadi peruntukan lain. Bank Dunia menaksir bahwa hutan alam dataran rendah Sumatera habis pada tahun 2005 dan menyusul Kalimantan pada tahun 2010. Data terakhir menyebutkan bahwa laju deforestasi di Indonesia sudah mencapai 2,83 juta ha per tahun (Dephut, 2005). Tingginya konversi hutan alam menjadi berbagai peruntukan lahan tersebut diyakini menjadi penyebab utama tingginya intensitas dan frekuensi bencana banjir dan tanah longsor sebagaimana kini banyak terjadi di berbagai wilayah di bumi pertiwi.

Disadari bahwa konversi hutan alam tidak selalu berdampak buruk, bahkan tidak sedikit kisah sukses konversi hutan menjadi tata guna lahan yang lebih produktif dan lestari. Konversi hutan alam menjadi lahan sawah, perkebunan teh, karet dan berbagai bentuk wana-tani, termasuk pekebunan kelapa sawit di Jawa, Sumatera dan Kalimantan telah membuktikan bahwa konversi hutan alam tidak selalu menunjukkan wajah yang kurang ramah lingkungan. Namun juga tidak dapat dipungkiri, bahwa banyak kasus kerusakan lingkungan yang begitu dasyat sebagai dampak konversi hutan alam. Kegagalan konversi 1 juta ha hutan alam gambut menjadi lahan sawah di Propinsi Kalimantan Tengah menjadi pelajaran penting bagaimana konversi hutan alam tidak dapat dilakukan secara gegabah.

Indonesia kini dikenal sebagai penghasil dan pengekspor minyak sawit (Eleais quinensis Jack) kedua terbesar di dunia setelah Malaysia. Untuk mendukung pengembangan industri sawit, Departemen Pertanian tahun 2006 telah menyiapkan anggaran Rp380 miliar. Pengembangan itu berkaitan juga dengan pencetakan energy farming, khususnya biodisel dari minyak sawit. Bahkan, pemerintah baru-baru ini berencana untuk mencetak kebun kelapa sawit seluas dua juta hektar di wilayah perbatasan Kalimantan. Memperhatikan tingginya target perluasan perkebunan sawit, tidak menutup kemungkinan bahwa hutan-hutan alam yang masih tersisa saat ini menjadi sasaran konversi. Di wilayah lain, termasuk di Propinsi Sulawesi Tenggara, konversi hutan alam menjadi kebun kelapa sawit juga sedang marak terjadi, sebagaimana di Kabupaten Konawe dan Kolaka dan kemungkinan akan pula terjadi di Kabupaten Buton.

Dengan semakin tingginya frekuensi bencana banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah yang disebabkan oleh kerusakan hutan alam, maka konversi hutan alam skala besar menjadi perkebunan kelapa sawit sudah saatnya untuk dicermati. Tulisan ini mencoba untuk mengulas dampak tata air (banjir, erosi, sedimentasi, tanah longsor dan ketersediaan air tanah) konversi hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit.

Dampak konversi hutan alam menjadi kebun kelapa sawit

Indonesia yang beriklim tropika basah memiliki intensitas hujan yang sangat tinggi. Kondisi curah hujan seperti ini, apabila tidak diimbangi dengan penata-kelolaan lahan yang baik terbukti berdampak pada kerusakan lahan dan berbagai bencana lingkungan seperti banjir dan tanah longsor. Sebenarnya alam telah diciptakan dengan penuh harmoni dan keseimbangan, tingginya intensitas hujan di wilayah tropis, telah diimbangi dengan penutupan hutan alam yang begitu luas, kondisi ini telah membuat bumi nusantara dikenal sebagai bumi yang subur, ijo-royo-royo, gemah-ripah loh jinawi. Sayangnya, hutan alam yang berperan sebagai gudang sumberdaya genetik dan pendukung ekosistem kehidupan ini sering menjadi korban kepentingan pragmatis jangka pendek, termasuk diantaranya adalah konversi menjadi perkebunan kelapa sawit, di lain pihak masih banyak tersedia lahan lain selain hutan alam, termasuk diantaranya adalah lahan kritis yang kini telah mencapai 30 juta ha.

Hutan alam, dibandingkan dengan penutupan lahan apapun, memiliki berbagai kelebihan dalam meredam tingginya intensitas hujan dan mengendalikan terjadinya banjir, erosi, sedimentasi dan tanah longsor. Hutan alam, khususnya yang berada di pegunungan bukan hanya berfungsi sebagai pengatur tata air (regulate water), namun juga penghasil air (produce water). Hutan alam memberikan kemungkinan terbaik bagi perbaikan sifat tanah, khususnya dalam menyimpan air, hutan alam memberikan tawaran penggunaan lahan yang paling aman secara ekologis.

Hal ini disebabkan: (1) Pepohonan pada hutan alam menghasilkan serasah yang cukup tinggi sehingga mampu meningkatkan kandungan bahan organik lantai hutan, sedemikian rupa sehingga lantai hutan memiliki kapasitas peresapan air (infiltrasi) yang jauh lebih tinggi dibandingkan penutupan lahan non-hutan. Tebalnya lapisan serasah juga meningkatkan aktifitas biologi tanah, sedangkan siklus hidup/pergantian perakaran pohon (tree root turnover) yang amat dinamis dalam jangka waktu yang lama, membuat tanah hutan memiliki banyak pori-pori berukuran besar (macroporosity), sehingga tanah hutan memiliki laju penyerapan air/pengisian air tanah (perkolasi) yang jauh lebih tinggi; (2) Stratifikasi hutan alam (bervariasinya umur dan ketinggian tajuk hutan), tingginya serasah dan tumbuhan bawah pada hutan alam memberikan penutupan lahan secara ganda, sehingga berfungsi efektif untuk mengendalikan erosivitas hujan (daya rusak hujan), laju aliran permukaan dan erosi; (3) Dari sisi bentang lahan (landscape), hutan memberikan tawaran penggunaan lahan yang paling aman secara ekologis, dalam hutan alam sangat sedikit sekali ditemukan jalan-jalan setapak, tidak ada saluran irigasi, apalagi jalan berukuran besar yang diperkeras sehingga pada saat hujan besar berperan sebagai saluran drainase. Biomasa hutan yang tidak beraturan juga berperan sebagal filter pergerakan air dan sedimen. Di dalam hutan alam juga tidak dilakukan pengolahan tanah yang membuat lahan lebih peka terhadap erosi. Hutan dalam kondisi yang tidak terganggu juga lebih tahan terhadap kekeringan sehingga tidak mudah terbakar.

Pembangunan kebun kelapa sawit yang dilakukan dengan mengkonversi hutan alam, selain merusak habitat hutan alam yang berarti menghancurkan seluruh kekayaan hayati hutan yang tidak ternilai harga dan manfaatnya, juga akan merubah landscape hutan alam secara total. Proses ini apabila tidak dilakukan dengan baik (dan biasanya memang demikian) akan berdampak pada kerusakan seluruh ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada dibawahnya. Dampaknya, antara lain adalah meningkatnya aliran permukaan (surface runoff), tanah longsor, erosi dan sedimentasi. Kondisi ini semakin parah, apabila pembersihan lahan (setelah kayunya ditebang) dilakukan dengan cara pembakaran.

Dalam setiap perkebunan yang dikelola secara intensif, rumput dan tumbuhan bawah secara menerus akan dibersihkan, karena akan berperan sebagai gulma tanaman pokok. Dilain pihak, rumput dan tumbuhan bawah ini justru berperan sangat penting untuk mengendalikan laju erosi dan aliran permukaan. Keberadaan pepohonan yang tanpa diimbangi oleh pembentukan serasah dan tumbuhan bawah justru malah meningkatkan laju erosi permukaan. Mengingat energi kinetik tetesan hujan dari pohon setinggi lebih dari 7 meter justru lebih besar dibandingkan tetesan hujan yang jatuh bebas di luar hutan. Dalam kondisi ini, tetesan air tajuk (crown-drip) memperoleh kembali energi kinetiknya sebesar 90% dari enerji kinetik semula, disamping itu butir-butir air yang tertahan di daun akan saling terkumpul membentuk butiran air (leaf-drip) yang lebih besar, sebingga secara total justru meningkatkan erosivitas hujan.

Pembangunan perkebunan memerlukan pembangunan jalan, dari jalan utama hingga jalan inspeksi, serta pembangunan infrastruktur (perkantoran, perumahan), termasuk saluran drainase. Kondisi ini apabila tidak dilakukan dengan baik (lagi-lagi biasanya memang demikian) akan berdampak pada semakin cepatnya air hujan mengalir menuju ke hilir. Implikasinya, peresapan air menjadi terbatas dan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor akan meningkat.

Di lain pihak, pohon kelapa sawit sebagai pohon yang cepat tumbuh (fast growing species) dikenal sebagai pohon yang rakus air, artinya pohon ini memiliki laju evapotranspirasi (penguap-keringatan) yang tinggi. Setiap pohon sawit memerlukan 20 – 30 liter air setiap harinya. Dengan demikian konversi hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit dapat mengurangi ketersediaan air khususnya di musim kemarau. Sumber-sumber air di sekitar kebun kelapa sawit terancam lenyap, seiring dengan pertambahan luas dan bertambahnya umur pohon kelapa sawit.

Penutup

Memperhatikan dampak lingkungan konversi hutan alam menjadi perkebunan sawit sebagaimana tergambar di atas, kemudian memperhatikan banyaknya kasus penebangan hutan alam dengan kedok pembukaan kebun kelapa sawit sebagaimana dilaporkan terjadi di Kabupaten Konawe (Kendari Pos, 21 Februari 2006), sudah saatnya pemerintah daerah perlu ekstra hati-hati dalam menerbitkan ijin konversi hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit. Terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. S.599/Menhut-VII/2005 tertanggal 12 Oktober 2005 tentang Penghentian/Penangguhan Pelepasan Kawasan harus menjadi rujukan utama dalam pengambilan keputusan.

Memperhatikan melimpahnya sumberdaya lahan dan semakin menyusut dan langkanya hutan alam, pembangunan perkebunan kelapa sawit seharusnya tidak lagi dilakukan dengan cara mengkonversi hutan alam. Masih tersedia sumberdaya lahan yang maha luas dan tidak produktif menunggu sentuhan investasi. Sudah saatnya pembangunan tidak sekedar mengejar pertumbuhan, namun harus menjunjung tinggi kelestarian lingkungan. Investasi yang dilakukan tidak tepat sasaran sudah banyak terbukti merusak lingkungan, bahkan merusak kehidupan. Jangan biarkan darah dan airmata serta dana terbuang percuma karena kesalahan pengambilan keputusan!