I made this widget at MyFlashFetish.com.

Jumat, 29 Oktober 2010

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI TAHU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri tahu merupakan industri kecil yang banyak tersebar di kota-kota besar dan juga di pedesaan. Tahu adalah makanan padat yang dicetak dari sari kedelai

(Glycine spp) dengan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, yaitu suatu kondisi dimana telah terbentuk gumpalan (padatan) protein yang sempurna pada suhu 50 0C, dan cairan telah terpisah dari padatan protein tanpa atau dengan penambahan zat lain yang diizinkan antara lain, bahan pengawet dan bahan pewarna

Proses pembuatan tahu relatif sederhana, protein-nabati dalam bahan baku

diekstraksi secara fisika dan digumpalkan dengan koagulan asam cuka (CH3COOH)

dan batu tahu (CaSO4 nH2O). Dalam pemrosesannya, tiap tahapan proses umumnya menggunakan air sebagai bahan pembantu dalam jumlah yang relatif banyak. Menurut Nuraida (1985), untuk tiap 1 kg bahan baku kedelai dibutuhkan rata-rata 45 liter air dan akan dihasilkan limbah cair berupa whey tahu rata-rata 43,5 liter. Whey mengandung bahan-bahan organik berupa protein 40% - 60%, karbohidrat 25% - 50%, dan lemak 10% dan dapat segera terurai dalam lingkungan berair menjadi senyawa-senyawa organik turunan yang dapat mencemari lingkungan.

BPPT melaporkan, bahwa air buangan industri tahu mengandung BOD 3250 mg/L, COD 6520 mg/L, TSS 1500 mg/L, dan nitrogen 1,76mg/L.

Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri tahu masih menjadi masalah bagi

lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri rumah tangga ini mengalirkan

air limbahnya langsung ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Keadaan

ini disebabkan masih banyak pengrajin tahu yang belum mengerti akan kebersihan

lingkungan, disamping tingkat ekonomi yang masih rendah sehingga pengolahan limbah akan menjadi beban yang cukup berat bagi mereka.

Limbah industri tahu dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian konsentrasi COD limbah tahu antara 7000 – 10000 ppm serta mempunyai

keasaman yang rendah yakni pH 4 – 5.

Upaya untuk menurunkan kandungan bahan organik dalam air buangan industri tahu telah dilakukan, diantaranya menggunakan metode fisika-kimia, biologis aerob dan pemanfaatan gulma air . Akan tetapi, penerapan ketiga metode tersebut dalam skala riil khususnya di Indonesia relatif sulit karena beberapa alasan,

antara lain : metode dan operasi relatif kompleks, kebutuhan jumlah koagulan besar

, sedangkan untuk pengolahan limbah cair secara biologis aerob memerlukan biaya energi listrik untuk aerasi tinggi, serta lahan pengolahan yang relatif luas. Dengan demikian, para pengusaha industri tahu sering membuang limbah ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Oleh karena itu, teknologi yang tepat dan aman serta relatif murah harus diterapkan dalam upaya penanganan limbah cair indusri tahu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah “bagaimana upaya penanganan limbah industri tahu menggunakan teknologi yang tepat dan aman serta relatif murah”

1.3 Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya penanganan limbah industri tahu menggunakan teknologi yang tepat dan aman serta relatif murah

1.4 Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai bahan masukan berupa informasi teknologi alternatif dalam pengolahan limbah cair industri tahu.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Limbah Industri Tahu

Limbah industri tahu terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan padat. Dari

kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi

mencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari

cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan

penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal

dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air untuk pemrosesannya.

jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri tahu, sebagian kecil dari limbah cair tersebut (khususnya air dadih) dimanfaatkan kembali sebagai bahan penggumpal.

Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik kompleks yang

tinggi terutama protein dan asam-asam amino dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut. Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD dan TSS yang tinggi yang apabila dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan pencemaran.

2.2. Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu

Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni

karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna

dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas.

Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 80 0C sampai 100 0C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada

umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa

tersebut, protein dan lemak yang jumlahnya paling besar yang mencapai 40% - 60% protein, 25 – 50% karbohidrat, dan 10% lemak. Bertambah lama bahan-bahan organik ini volumenya semakin meningkat, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme didalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TSS. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga.

2.3. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu

Berbagai upaya untuk mengolah limbah cair industri tahu telah dicoba dan

dikembangkan. Secara umum, metode pengolahan yang dikembangkan tersebut dapat

digolongkan atas 3 jenis metode pengolahan, yaitu secara fisika, kimia maupun biologis.

Cara fisika, merupakan metode pemisahan sebagian dari beban pencemaran

khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair. Dalam pengolahan limbah cair industri tahu secara fisika, proses yang dapat digunakan antara lain adalah

filtrasi dan pengendapan (sedimentasi). Filtrasi (penyaringan) menggunakan media

penyaring terutama untuk menjernihkan dan memisahkan partikel-partikel kasar dan

padatan tersuspensi dari limbah cair. Padatan tersuspensi yang lolos dari penyaringan

selanjutnya disisihkan dalam unit sedimentasi dengan menambahkan koagulan sehinggga terbentuk flok. Proses ini termasuk proses kimia. Dalam sedimentasi, flokflok padatan dipisahkan dari aliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

Cara kimia, merupakan metode penghilangan atau konversi senyawa-senyawa

polutan dalam limbah cair dengan penambahan bahan-bahan kimia atau reaksi kimia

lainnya. Beberapa proses yang dapat diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri tahu diantaranya termasuk koagulasi-flokulasi dan netralisasi. Dalam proses koagulasi-flokulasi, partikel-partikel koloid hidrofobik cenderung menyerap ion-ion bermuatan negatif dalam limbah cair melalui sifat adsorpsi koloid tersebut, sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan negatif. Koloid bermuatan negatif ini melalui gaya-gaya Van der Waals menarik ionion bermuatan berlawanan dan membentuk lapisan kokoh (lapisan stern) mengelilingi partikel inti. Selanjutnya lapisan kokoh (stern) yang bermuatan positif menarik ion-ion negatif lainnya dari dalam larutan membentuk lapisan kedua (lapisan difus). Kedua lapisan tersebut bersama-sama menyelimuti partikel-partikel koloid dan membuatnya menjadi stabil. Partikel-partikel koloid dalam keadaan stabil menurut Davis dan Cornwell (1991) cenderung tidak mau bergabung satu sama lainnya membentuk flok-flok berukuran lebih besar, sehingga tidak dapat dihilangkan dengan proses sedimentasi ataupun filtrasi.

Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilisasi partikel koloid bermuatan dengan cara penambahan ion-ion bermuatan berlawanan (koagulan) ke

dalam koloid, dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat beraglomerasi satu sama lain membentuk mikroflok. Selanjutnya mikroflokmikroflok

yang telah terbentuk dengan dibantu pengadukan lambat mengalami penggabungan menghasilkan makroflok (flokulasi), sehingga dapat dipisahkan dari dalam larutan dengan cara pengendapan atau filtrasi.

Koagulan yang biasa digunakan antara lain polielektrolit, aluminium, kapur,

dan garam-garam besi. Masalah dalam pengolahan limbah secara kimiawi adalah banyaknya endapan lumpur yang dihasilkan , sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut.

Cara biologi, dapat menurunkan kadar zat organik terlarut dengan memanfaatkan mikroorganisme atau tumbuhan air. Pada dasarnya cara biologi adalah

pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana oleh mikroorganisme. Proses ini sangat peka terhadap faktor suhu, pH, oksigen terlarut (DO) dan zat-zat

inhibitor terutama zat-zat beracun. Mikroorganisme yang digunakan untuk pengolahan limbah adalah bakteri, algae, atau protozoa Sedangkan tumbuhan air yang mungkin dapat digunakan termasuk gulma air (aquatic weeds).

Metode biologis lainnya juga telah dicoba diterapkan dalam penanganan limbah cair industri tahu, menggunakan proses lumpur aktif (activated sludge) untuk mendegradasi kandungan organik dalam limbah cair tahu dan susu kedelai. Hasil yang dicapai dilaporkan secara teknis cukup memuaskan, dimana diperoleh penurunan BOD terlarut, nitrogen dan fosfor berturut-turut sebesar 95%, 67% dan 57%. Akan tetapi melihat tingkat pengetahuan para pengrajin tahu khususnya di Indonesia yang relatif minim dalam hal penanganan limbah dan faktor-faktor teknis lainnya, seperti biaya investasi dan operasi cukup tinggi, serta pengendalian proses yang relatif kompleks. Sehingga, penerapan metode ini khususnya di Indonesia kurang berdaya guna. Hal ini dapat dilihat, bahwa banyak di antara pengrajin tahu membuang limbahnya ke perairan tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Sementara proses biofilter aerobik yang penulis rencanakan hanyalah reaktor yang diisi dengan media krikil bahan yang mudah diperoleh.

2.4. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Proses Biofilter

Aerobik

Biofilter sebagai salah satu cara dalam pengolahan air limbah, dengan memanfaatkan kehadiran secara buatan dari kelompok mikroba yang melekat pada

media yang dipakai. Untuk media filter, bahan harus kuat, keras, tahan tekanan, tahan

lama dan tidak mudah berubah. Beberapa bahan media biofilter yang umum dipakai

adalah; polimer, kerikil, batu apung, kayu, dan perlit. Proses biofilter disebut juga

aerasi kontak sebab air limbah akan kontak dengan mikroorganisme yang menempel

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), teknologi biofilter aerob– anaerob dibuat untuk mempertinggi komponen lokal sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat akan teknologi pengolahan limbah yang praktis, mudah dioperasikan dan harganya terjangkau khususnya bagi kelas menengah ke bawah.

Biofilter berupa filter dari media bahan PVC berbentuk sarang tawon sebagai

tempat pembiakan mikroorganisme senyawa polutan yang ada di dalam air limbah

tahu. Teknologi biofilter ini dapat diterapkan untuk pengolahan air limbah rumah

tangga (domestik), pengolahan air limbah perkantoran, pengolahan industri tahutempe, pengolahan limbah cair rumah sakit.

Biofilter merupakan suatu reaktor biologis film-tetap (fixed-film) menggunakan packing berupa kerikil, plastik atau bahan padat lainnya dimana limbah cair dilewatkan melintasinya secara kontinu. Adanya bahan isian padat menyebabkan

mikroorganisme yang terlibat tumbuh dan melekat atau membentuk lapisan tipis (biofilm) pada permukaan media tersebut .Biofilter berupa filter dari medium padat tersebut diharapkan dapat melakukan proses pengolahan atau penyisihan bahan organik terlarut dan tersuspensi dalam limbah cair.

Filtrasi merupakan proses pemisahan padatan–material tersuspensi yang ada di dalam air dengan melewatkannya melalui media berpori Adanya bahan organik dan aktivitas biologis menyebabkan terjadinya perubahan sifat pelekatan material tersuspensi terhadap media filter.

Aplikasi teknologi biofilter aerob yang telah dilakukan khususnya dalam pengolahan limbah cair antara lain : limbah cair industri karet remah limbah cair pabrik kelapa sawit; limbah cair domestik ; limbah cair rumah makan , dengan sistem biofilter lapisan multi media yaitu dengan menyusun beberapa lapis media padat yang

berbeda.

Jumat, 15 Oktober 2010

Mengelola Lingkungan Di Kawasan Estuari Dan Laguna Sulawesi Tenggara

Teluk Kendari yang memiliki kawasan estuari dan laguna, berada di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Mandonga, Kendari dan Poasia. Secara geografis lokasi ini berada pada posisi 122o 31’ – 122 o – 36’ BT dan 3 o 57’- 3 o 60’ BS. Aktivitas di kawasan ini antara lain sebagai pelabuhan utama Propinsi Sulawesi Tenggara, industi perikanan, pariwisata, lahan pertanian dan budidaya tambak ikan. Sejumlah aktivitas tersebut dapat merusak ataupun mematikan ekosistem estuaria bahkan dapat juga menimbulkan konflik kepentingan antar para pemakai lahan pesisir. Dengan demikian diperlukan suatu pengelolaan lingkungan kawasan estuaria Teluk Kendari yang baik dan berkelanjutan.

Kawasan estuaria dan laguna di Wilayah Sulawesi Tenggara dikembangkan terlebih pada kawasan budidaya dan kawasan lindung untuk perlindungan eksosistem. Penataan kawasan lindung dimaksudkan untuk menjaga atau melindungi ekosistem yang terdapat di kawasan Teluk Kendari dari kerusakan lingkungan. Kawasan lindung ini terdiri dari dua bagian yaitu kawasan preservasi dan konservasi.

Pada kawasan preservasi kegiatan yang diijinkan adalah penelitian dan pendidikan sedangkan kegiatan pembangunan tidak diijinkan. Kawasan ini meliputi hutan mangrove, permukiman dan terumbu karang. Pada kawasan konservasi masih diperbolehkan kegiatan budidaya dengan batasan-batasan yang telah ditentukan. Kawasan ini meliputi kawasan sempadan pantai dan kawasan sempadan sungai, suaka margasatwa; hutan lindung; muara sungai dan ruang terbuka dan jalur hijau. Pada kawasan sempadan pantai dan kawasan sempadan sungai ini tidak diperbolehkan ada bangunan dan tetap dibiarkan menjadi daerah vegetasi. Saat ini di kawasan sempadan pantai dan sungai banyak didirikan hotel. Hal tersebut perlu penataan dan menertibkan dan memonitor kegiatan pembangunan baru di kawasan ini.

Kawasan konservasi suaka margasatwa di Teluk Kendari yang sudah ada adalah Taman Hutan Raya Marhum yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 523/KPTS/um/10/1973. Kawasan konservasi hutan lindung berfungsi sebagai penyedia tata air tanah untuk wilayah pesisir. Kawasan konservasi muara sungai berada di Sungai Wanggu dan muara Sungai Nambo. Kedua muara ini merupakan tempat berkembangnya ruaya dan anak ikan sidat, selain itu ditemukan pula mangrove. Pemanfaatannya terbatas untuk perikanan tangkap dengan alat pancing dan gill net. Kawasan ruang terbuka dan jalur hijau di pinggiran kawasan Teluk Kendari berfungsi untuk menjaga kawasan dari proses sedimentasi dan abrasi.

Kawasan yang dikembangkan lainnya adalah kawasan budidaya laut yang bersifat rintisan dan pengembangan uji coba dan terbatas pada budidaya teripang, rumput laut dan budidaya ikan kerapu. Lokasinya berada di sepanjang Pantai Sambuli, Todonggeu, Nambo dan pantai bagian selatan Pulau Bungkutoko serta di Kecamatan Kendari sekitar pantai Kelurahan Mata dan Purirano. Kawasan budidaya pariwisata diarahkan pada upaya pengembangan wisata yang memperhatikan aspek pelestarian sumberdaya alam, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat dengan lebih melibatkan masyarakat sebagai pelaku (ekoturisme).

Pengelolaan sumberdaya alam sudah seharusnya mempertimbangkankan faktor ekologis sebagai dasar pijakan dalam perencanaan pembangunan untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan seperti sedimentasi dan abrasi, penurunan kualitas sumberdaya perikanan di teluk, pencemaran, pembuangan sampah dan lain-lain. Kawasan ekosistem hutan mangrove Teluk Kendari dapat mencegah masalah erosi dan banjir sehingga perlu penanaman kembali di daerah hulu wilayah Kecamatan Poasia. Laju sedimentasi di Teluk Kendari perlu pengendalian dan pengawasan aktivitas pemanfaatan lahan untuk pertanian dan pertambangan, terutama di daerah hulu Daerah Aliran Sungai Wanggu. Untuk itu dibuat DAM pengumpul sedimen pada anak-anak sungai yang masuk ke sungai Wanggu yang bertindak sebagai penangkap sedimen. Kelestarian lingkungan dapat jiga menjadi daya tarik pariwisata dan pengembangan investasi terutama investasi wisata air dialokasikan di kawasan Teluk Kendari.