Perubahan suhu yang saat ini terjadi secara global mengakibatkan perubahan pola hidup manusia termasuk pula di bidang arsitektur perancangan, berkembang pesatnya material bangunan memiliki kecenderungan semakin hari semakin tidak ramah terhadap lingkungan. Pola kehidupan manusia mulai berubah dengan sendirinya, begitupula dengan gaya berarsitektur masyarakat saat ini, di Negara seperti Indonesia ini, iklim merupakan salah satu hal yang paling harus dipertimbangkan untuk melaksanakan sesuatu, dalam pemilihan bahan bangunan tentu saja iklim sangat berpengaruh. Berbeda dengan Negara-negara Eropa yang merupakan negara tidak beriklim tropis, perbedaan sangat signifikan terjadi manakala penerapan gaya bangunan berlainan iklim diterapkan pada sebuah negara yang berlawanan iklimnya. Indonesia beriklim tropis yang memiliki curah hujan yang sangat tinggi, hujan terjadi di negara ini bisa sangat lebatnya dengan angin yang kencang. Berbeda dengan negara Eropa yang merupakan negara beriklim sub tropis meiliki curah hujan yang cukup kecil, dalam hal gaya arsitektur negara-negara ini memiliki pandangan tersendiri untuk menyesuaikan dengan iklim mereka, maka munculah aliran-aliran arsitektur dengan gaya mereka, dengan pengaruh negara Eropa yang sangat kuat terhadap negara lainnya maka teori-teori tentang arsitektur cara barat tersebar dengan mudah. Negara Tropis seperti di Indonesia sebagian besar masyarakatnya adalah orang-orang yang paham akan teknologi dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru, dalam hal ini adalah gaya arsitektur.
Banyaknya literatur dari barat tidak mengindikasikan gaya arsitektur mereka beberapa sangat tidak cocok jika diterapkan di kawasan tropis. Maka yang terjadi adalah banyak bangunan-bangunan di negara tropis justru bangunan yang sebenarnya paling layak jika di bangun di kawasan sub tropis, akibatnya adalah penyesuaian-penyesuaian banyak dilakukan pada bangunan tersebut.
Hendaknya dalam mewujudkan arsitektur yang maju harus dipertimbangkan iklim yang paling utama, bila ditelaah lebih dalam, bangunan tradisional Indonesia adalah bangunan yang paling cocok di kawasan tropis ini, selain hemat energi, bahan bangunannya tidak merusak lingkungan dan tidak menimbulkan efek yang merugikan bagi kawasan sekitarnya dalam kata lain sebagai bangunan yang ramah terhadap lingkungan, jika ini diterapkan pada skala yang lebih besar maka akan terwujud kawasan yang ramah lingkungan.
Pembahasan
Dewasa ini bangunan tradisional Indonesia mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri, beragam gaya arsitektur mewabah di bumi Indonesia, dan semua adalah asli produk dari bangsa Barat. Istilah ”global architecture destroyed the regional environment” merupakan salahsatu hal yang patut dicermati, masyarakat bangsa-bangsa timur saat ini lebih condong dengan arsitektur barat yang pada hakekatnya malah menghancurkan khasanah arsitektur timur yang unik dan berasal dari tempat-tempat aslinya.
Hal yang paling penting untuk dijadikan parameter kebutuhan desain arsitektur adalah iklim, cuaca atau keadaan suhu disuatu tempat. Secara global adalah iklim di wilayah dunia bagian timur adalah tropis, tropis meliputi beberapa bagian bumi, meliputi sabuk yang lebar di sekitar pertengahan bumi, luasnya kira-kira 23,50 tingkat kearah kedua kutup dari katulistiwa dan berisi hampir 40% total permukaan daratan bumi, dengan curah hujan yang relatif tinggi, suhu udara yang cukup tinggi, pada siang hari mampu mencapai 350 C yang harus ditoleransi oleh masyarakat tropis, banyaknya hujan yang sering terjadi pada kawasan tropis memiliki tingkat kelebatan yang tinggi. Dari segi positif keadaan ini adalah tropis memiliki hutan-hutan yang lebat, pohon-pohon mudah untuk tumbuh, sehingga tercipta keseimbangan antara cuaca yang ekstrim dengan pengendalinya yaitu pepohonan.
Masyarakat tradisional kawasan timur sudah sejak lama mengakomodasikan alam ini, belajar dari alam lalu menyesuaikan dengan alam untuk dapat beradaptasi dengan baik, namun keadaan mulai berubah manakala dominasi barat mengalami penguatan dalam segala hal, pada bidang arsitektur dimulai pada abad ke-20 arsitektur telah menjadi sekedar fungsional, rasionalisme, standarisasi dan ekonomi, kesemuanya ini adalah kehidupan yang dibuat-buat yang membosankan. Maka muncul penerapan-penerapan desain baru yang bukan sekedar hal-hal diatas, kreatifitas, gaya hidup, dan perubahan pola pikir masyarakat mempengaruhi apresiasi desain arsitektur.
Hegemoni barat mengakar kuat sejak dahulu mengakibatkan masyarakat timur mulai tercuci otaknya dengan adanya teori-teori negara barat, idiom bahwa negara barat adalah negara yang maju (walaupun kenyataannya memang demikian) mengakibatkan masyarakat negara timur menjadikan negara barat sebagai acuan dalam segala bidang. Dalam ranah arsitektur begitu kentara dengan pemakaian teori-teori barat untuk literatur desain, disebutkan sebagai teori-teori yang pakem namun jika diaplikasikan di kawasan ini dibutuhkan beberapa penyesuaian.
Banyak faktor yang mengakibatkan masyarakat tropis memilih teori-teori, langgam-langgam arsitektur barat, diantaranya adalah faktor ekonomi, walaupun bukan sebagai faktor utama, faktor ekonomi memberikan dampak yang cukup signifikan, saat ini banyaknya masyarakat dengan ekonomi berlebih menjadikan prestise sebagai kiblatnya, dalam bidang arsitektur di Indonesia khususnya ukuran keberhasilan seseorang adalah memiliki rumah yang mewah, megah, dan mengikuti gaya arsitektur barat yang sedang tenar. Jika disinkronkan dengan bidang arsitektur biasanya masyarakat ini lebih memilih desain bangunannya yang tidak ada duanya di kawasan tersebut dan disesuaikan dengan trend terbaru pada waktu itu, atau dengan desain-desain karya luar negeri, tidak memikirkan faktor iklim, lingkungan atau keseragaman kawasan, mereka lebih cenderung memperlihatkan perbedaan secara ekstrim.
Faktor lainnya yang berpengaruh adalah pola pikir masyarakat yang cenderung mentasbihkan negara barat sebagai pusat dari segala-galanya. Perkembangan jaman yang begitu pesat, perkembangan teknologi yang kian meningkat menjadikan hidup semakin dipermudah dengan teknologi, segalanya saat ini menjadi serba instan, mudah diakses, dan tidak perlu membebani pikiran. Dalam bidang arsitektur pola pemikiran ini berlaku, dengan munculnya desain-desain dengan gaya arsitektur yang beragam, kesemuanya itu menindaklanjuti paradigma pemikiran manusia yang semakin maju dan berkembang.
Sebuah rumah dengan gaya arsitektur mediterania yang disesuaikan dengan iklim tropis
Pemilihan gaya arsitektur yang dipengaruhi oleh gaya arsitektur barat sering diaplikasikan pada perumahan di kawasan tropis, sekedar untuk mengejar keuntungan ekonomi saja atau mengapresiasi keinginan masyarakat modern.Konsekuensinya adalah dengan penambahan-penambahan bahan guna mengantisipasi kekurangsesuaian gaya arsitektur barat pada iklim tropis.
Dari gambar diatas mengindikasikan bahwa perlu penyesuaian terhadap bangunan-bangunan dengan desain yang kurang akrab dengan kondisi iklim tropis. Permasalahan yang didapat adalah jatuhnya air hujan yang berlimpah sehingga mengakibatkan teras rumah menjadi tergenang, terjadi rembesan-rembesan air pada sekitar jendela dan pintu depan.
Seharusnya dalam menentukan pemilihan gaya bangunan perlu diperhatikan beberapa aspek yang penting, beberapa kriteria tersebut adalah:- kondisi klimat yang terdapat pada wilayah tersebut, dengan memperhatikan: suhu maksimum, minimum dan§ rata-rata. Curah hujan.§ Radiasi matahari.§ Arah dan kecepatan§ angin.Pemahaman seperti ini memang seharunya diberikan oleh arsitek untuk meyakinkan klien bahwa penyesuaian gaya arsitektur pada iklim nantinya sangat perlu, akan berkaitan dengan daya tahan bangunan, kenyamanan penghuni, dan kesatuan lingkungan serta dampak ekologi yang akan timbul.Salah satu aplikasi bangunan yang diharapkan sesuai dengan lingkungan dengan iklim tropis adalah Menara Mesiniaga Malaysia, dengan konsep arsitektur bioklimatik, mengetengahkan bangunan dengan green building.
Menara Mesiniaga dengan konsep arsitektur bioklimatik
Salah satu hal yang dipikirkan pada bangunan ini adalah memanfaatkan energi matahari sehingga hemat pada beberapa komponen bangunan.
Iklim tropis memiliki cahaya matahari yang menerangi sepanjang 12jam, sehingga pemanfaatannya dapat berguna untuk bangunan, tentunya dengan beberapa teknik penggunaan, seperti penggunaaan sun shading untuk mengatur seberapa banyak pancahayaan yang masuk. Selain itu diterapkan pula pengolahan lansekap, berupa taman berbentuk spiral yang melilit dari bawah sampai atas bangunan. Lansekap vertikal ini berfungsi sebagai pendingin evaporatif supaya didapat kenyamanan termal (lingkungan disekitar bangunan menjadi tidak terlalu panas), pengaplikasian vegetasi pada strategi lansekap ini disamping menyediakan pembayangan terhadap area-area bagian dalam dan dinding bagian diluar, juga akan meminimalkan pemantulan panas dan sinar matahari. Selain itu lansekap vertikal dapat meningkatkan iklim mikro pada bangunan dan dapat menyerap polusi karbondioksida dan monoksida pada bangunan.
Jika penerapan-penerapan ini diaplikasikan pada bangunan-bangunan tropis maka diharapkan menjadi bangunan-bangunan yang tanggap terhadap lingkungan, sesua dengan ikim tropis dan tidak merugikan bangunan atau lingkungan disekitarnya. Dibutuhkan pemahaman akan gaya berarsitektur baik secara mikro tentang bangunan maupun secara global tentang lingkungan yang harus menjadi pertimbangan.
Kesimpulan
Seringkali seseorang terpancang dengan modernitas pemikiran gaya arsitektur yang berkembang pada saat ini, hal ini didukung dengan pengetahuan instan tentang arsitektur yang mulai marak di dapat pada buku-buku arsitektur, seharusnya pemikiran arsitektur harus diimbangi dengan seorang arsitek yang menerangkan akan kelebihan dan kekeurangan bahan konsumsi instan tersebut. Diharapkan pada masa selanjutnya adalah pemahaman akan arsitektur lebih baik bila disesuaikan dengan kondisi kehidupan di kawasan ini, baik dilihat dari faktor iklim, atau faktor-faktor yang lainnya.
“Arsitektur hijau adalah mendesain untuk menyatukan apa yang akan kita bangun (yaitu semua yang akan kita buat seperti gedung, jalan, mobil, pendingin, mainan, makanan, dll) dengan lingkungan alami di sekitarnya secara terpadu dan berkelanjutan.”(Ken Yeang, Betterbricks Interview)
Referensi
Hakim, R, 2003, Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap Prinsip-prinsip dan aplikasi desain, Bumi Aksara, Jakarta.Nugroho, F, 2005, Low Energy Office, Tugas Seminar Studi Kelompok Semester VII, Mahasiswa Strata Satu UNDIP (tidak dipublikasikan).Wright, F, 1939, Between Principle and Form,Yeang, K, 1996, The Skycraper, Bioclimatically Consider, Singapore.Yeang, K, 1987, Tropical Urban Regionalism, A Mimar Book, Singapore.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar