I made this widget at MyFlashFetish.com.

Selasa, 20 Oktober 2009

SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN UNTUK INSTALASI NUKLIR DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA DI INDONESIA



Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008





Moekhamad Alfiyan
Staf Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jl. Gadjah Mada 8 Jakarta Pusat
Email: m.alfiyan@bapeten.go.id



ABSTRAK
Indonesia saat ini telah mengoperasikan tiga instalasi nuklir dengan fasilitas pendukung yang terletak di Serpong, Bandung dan Yogyakarta. Menurut rencana Indonesia akan mengembangkan teknologi nuklir sebagai sumber energi alternatif atau PLTN. Instalasi nuklir terdiri dari reaktor nuklir dan Instalasi nuklir non reaktor sedangkan fasilitas pendukung antara lain: fasilitas pengelolaan limbah dan laboratorium penelitian. Instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan dalam bentuk limbah padat, cair atau gas sehingga diperlukan suatu sistem pengelolaan lingkungan yang handal untuk menjamin terlindunginya lingkungan dari dampak tersebut. Sistem pengelolaan lingkungan yang sudah berjalan di Instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya sudah cukup baik, hal ini dibuktikan dengan tidak pernah terjadi pencemaran atau bahkan kerusakan lingkungan akibat kegiatan di Instalasi Nuklir dan fasilitas pendukungnya sehingga hanya membutuhkan optimalisasi untuk penyempurnaan. Unsur-unsur dalam sistem pengelolaan lingkungan meliputi: kebijakan lingkungan, kebijakan ekonomi, peraturan, pengawasan, kelembagaan dab sumber daya manusia. Optimalisasi yang dapat dilakukan antara lain: pengelolaan limbah on-site, reuse, recycle yang dapat menurunkan volume limbah yang perlu diawasi dan mengurangi biaya pengelolaan, jaminan financial atas kerugian lingkungan yang diperlukan jika instalasi tersebut dikelola oleh swasta, penetapan baku mutu limbah radioaktif, peningkatan pengawasan, optimalisasi koordinasi antar instansi terkait lingkungan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di instansi terkait lingkungan.


BAB I

PENDAHULUAN

Lingkungan hidup merupakan Rahmat Tuhan yang berperan penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan manusia, namun juga bisa merugikan bagi manusia apabila kondisi lingkungan hidup tidak dikelola dengan baik yang mengakibatkkan penurunan kualitas atau bahkan kerusakan lingkungan hidup dan pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas hidup atau kesehatan manusia.

Diantara dampak lingkungan yang semakin banyak mendapat perhatian publik adalah keterbatasan ketersediaan sumber daya alam, penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran dan ekspolitasi sumber daya alam berlebihan, dan lain-lain.

Tuntutan hidup dan IPTEK yang terus berkembang telah menciptakan teknologi baru yang tentunya akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan hidup. Teknologi nuklir adalah salah satu manifestasi perkembangan IPTEK yang terus dikembangkan untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya . Peristiwa kecelakaan nuklir yang menimbulkan banyak korban dan kerusakan lingkungan, menjadikan teknologi nuklir masih belum diterima secara penuh keberadaannya di Indonesia terutama sebagai sumber energi alternatif sementara pasokan energi fosil dan minyak bumi semakin terbatas.

Indonesia saat ini memiliki tiga Instalasi nuklir beserta fasilitas pendukung yang terletak di Yogykarta, Bandung dan Tangerang. Mengingat statusnya sebagai teknologi beresiko tinggi maka proteksi terhadap lingkungan merupakan unsur penting dalam tinjauan keselamatan instalasi tersebut. Antisipisasi terhadap masalah lingkungan telah dilakukan oleh Pemerintah, diantaranya melalui kewajiban amdal bagi setiap kegiatan yang menimbulkan dampak penting, hal ini merupakan langkah awal dalam memberikan jaminan keselamatan terhadap lingkungan. Perlu adanya tindak lanjut yang komprehensif dalam memberikan jaminan keselamatan lingkungan secara berkelanjutan.

Makalah ini akan membahas sistem pengelolaan lingkungan yang sudah berjalan terkait dengan Instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya sebagai bahan pertimbangan dan estimasi kesiapan Indonesia dalam mengoperasikan pusat listrik tenaga nuklir sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil dan minyak bumi yang semakin langka dan mahal. Dengan kata lain sistem pengelolaan lingkungan yang sudah berjalan di Instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya saat ini dapat dijadikan potret dan dasar perencanaan Sistem pengelolaan lingkungan terhadap instalasi nuklir sebagai sumber energi.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Instalasi Nuklir dan Fasilitas Pendukungnya di Indonesia

Instalasi nuklir terdiri dari komponen yaitu: reaktor nuklir, fasilitas yang digunakan pemurnian, konversi, pengayaan bahan bakar nulir dan/atau pengolahan ulang bakar nuklir bekas dan fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas, Fasilitas pendukung antara lain: pengelolaan limbah dan laboratorium-laboratorium penelitian.

Instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kontaminasi/pencemaran terhadap lingkungan apabila tidak dikendalikan dengan baik. Reaktor nuklir pada kondisi normal seharusnya tidak mengeluarkan produk fisi yang dihasilkan akan tetapi pada kenyataanya terdapat produksi fisi dapat dilepaskan selama poses aliran air pendingin dan kebocoran berhingga dari fluida atau uap air terkontaminasi (Geoffrey G Eichholz, 1977). Produksi fisi paling mungkin dilepaskan ke lingkungan adalah I-131, Sr-90 dan Cs-137(H (Soewondo, Djojo soebagio, 1976).

Fasilitas pengelolaan limbah dan laboratorium penelitian beresiko memberikan dampak terhadap lingkungan melalui kontaminasi terhadap komponen lingkungan hidup apabila tidak dikendalikan dengan baik. Pada Fasilitas tersebut tentunya terdapat bahan-bahan padat, cair dan airborne yang bersifat radioaktif dengan berbagai karakteristik.

2.2. Sistem Pengelolaan Lingkungan

Sistem Pengelolaan Lingkungan hidup adalah kesatuan unsur yang saling beriteraksi secara terpadu dan saling mendukung untuk melaksanakan fungsi lingkungan hidup yang antara lain terdiri dari:

1. Kebijakan Lingkungan;

2. Kebijakan ekonomi;

3. Peraturan;

4. Kelembagaan;

5. Pengawasan;

6. Sumber daya manusia;

berikut ini akan diuraikan analisis secara makro terhadap unsur-unsur sistem pengelolaan lingkungan Instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya di Indonesia sebagai potret dan dasar perencanaan sistem pengelolaan lingkungan terhadap instalasi nuklir untuk tujuan pembangkit listrik tenaga nuklir.

2.2.1. Kebijakan Lingkungan

Kebijakan lingkungan didasarkan pada upaya melindungi lingkungan dari dampak negatif pengoperasian instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya dengan mempertimbangkan faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Pengoperasian intalasi nuklir dapat memberikan kontribusi terhadap penurunan kualitas lingkungan melalui kontaminasi terhadap komponen lingkungan hidup (air, tanah, dan udara, dll). Salah satu sumber kontaminasi dapat berupa limbah radioaktif yang dihasilkan selama kegiatan. Untuk itu diperlukan tindakan pengelolaan limbah radioaktif dan pemantauan lingkungan sebagai uji kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

Kebijakan yang diberlakukan dalam rangka mengurangi dan mempermudah pengelolaan limbah radioaktif adalah dengan menghindari penggunaan zat radioaktif berumur paro panjang dan beraktivitas tinggi.

Limbah radioaktif yang dihasilkan di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya dalam bentuk padat, cair dan gas. Limbah padat dapat berupa sumber radioaktif, material terkontaminasi, atau produksi samping pengolahan limbah cair dan gas.

Limbah radioktif berbentuk cair meliputi sumber radioaktif dan cairan terkontaminasi dapat dikonversi menjadi limbah padat melalui proses filtrasi, sedimentasi, flokulasi dan koagulasi atau diubah menjadi bentuk gas melalui proses evaporasi.

Limbah radioaktif berbentuk gas dihasilkan sebagai akibat reaksi fisi dan zat radioaktif yang bersifat evaporatif. Pendalian terhadap limbah radioaktif berbentuk gas melalui pemasangan filter udara sebelum dilepas ke atmosfer dan penggunaan zat radioaktif berumur paro pendek.

Saat ini Limbah radioaktif padat dan cair yang dihasilkan oleh intalasi nuklir dan fasilitas lain dari ketiga instalasi nuklir dikelola secara terpadu di PTLR-Batan dengan memperhatikan aktivitas, waktu paru dan sifat bahan untuk pegolahan lanjutan. Pengolahan lanjutan bertujuan untuk mereduksi volume sehingga mempersempit kebutuhan ruang penyimpanan dan kemudahan penanganan. Reduksi volume melalui insenerasi untuk limbah radioaktif dapat dibakar dan kompresing untuk limbah radioaktif yang tidak dapat dibakar. Selanjutnya dengan penerapan prinsip delay and decay limbah radioaktif disimpan pada ruang khusus untuk membatasi kontak dengan manusia dan lingkungan.

Setelah mencapai baku mutu, status limbah padat berubah menjadi dari limbah radioaktif menjadi limbah padat non radioaktif (domestik atau industri) sehingga sebelum dibuang ke lingkungan juga harus memperhatikan persyaratan pembuangan limbah non radioaktif.

Khusus limbah padat berupa bahan bakar bekas reaktor nuklir, tidak dilakukan pengolahan atau daur ulang tetapi kebijakan yang diambil adalah dengan mengirimkan kembali ke negara asal bahan bakar bekas tersebut, hal ini dinilai lebih ekonomis dan tidak beresiko terhadap lingkungan.

Limbah dalam bentuk cair dapat dilepaskan ke lingkungan setelah mencapai baku mutu dan memenuhi persyaratan pelepasan termasuk parameter pH, BOD5, COD dan TSS, begitu pula dengan limbah dalam bentuk gas.

Kebijakan pengelolaan limbah secara terpadu tidak efektif dan efisien karena kurang berpihak pada kepentingan penghasil limbah. Optimalisasi pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan diberikannya kewenangan kepada penghasil limbah untuk melakukan pengelolaan limbah radioaktif yang dihasilkannya (on site). Kebijakan tersebut akan menurunkan biaya pengelolaan limbah oleh penghasil karena tidak memerlukan biaya tranpor dan mengurangi resiko kontaminasi terhadap lingkungan selama proses pengangkutan limbah radioaktif dari penghasil sampai lokasi pengelolaan limbah terpadu.

Kebijakan lain adalah penerapan reuse dan recycle terhadap liimbah radioaktif yang telah mencapai nilai baku mutu sehingga akan memiliki nilai guna/ekonomi dan mengurangi volume limbah padat yang ditangani.

Pemantauan lingkungan diwajibkan terhadap instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya, untuk mengetahui kondisi lingkungan di sekitar instalasi yang dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi sistem instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya. Pemantauan lingkungan dilakukan dengan mengukur komponen-komponen lingkungan, antara lain udara, air, vegetasi dan tanah. Pengukuran dilakukan setiap tiga bulan dan dilaporkan kepada pihak terkait. Apabila ditemukan kondisi melebihi nilai yang diizinkan maka pihak pengelola intalasi wajib melakukan investigasi terhadap fasilitas-fasilitas yang dicurigai memberikan kontribusi terhadap peningkatan radioaktivitas lingkungan dan selanjutnya melakukan rehabilitasi.

Laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan selama ini hanya ditujukan kepada BAPETEN karena evaluasi atau penilaian hanya didasarkan pada parameter radiokatif. Optimalisasi keterlibatan intitusi terkait seperti KLH dan pemda sangat diperlukan untuk maksimalisasi pengawasan. KLH sebagai intitusi yang mengeluarkan AMDAL instalasi nuklir berwenang untuk mengetahui pelaksanaan dokumen RKL dan RPL serta penilaian terhadap parameter non radioaktif. Keterlibatan Pemda diperlukan karena Pemda sebagai penanggungjawab lingkungan di wilayah setempat yang berhak mengetahui kondisi lingkungan di wilayahnya.

2.2.2. Kebijakan Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan salah satu pertimbangan penting dalam pengelolaan lingkungan. Biaya pengelolaan lingkungan yang dibebankan kepada instalasi hendaknya tidak memberatkan dan menghambat kegiatan intalasi sehingga perlu dirumuskan kebijakan ekonomi yang berpihak kepada instalasi dan lingkungan secara seimbang.

Dibukannya peluang untuk melakukan reuse dan recyle limbah padat merupakan wujud kebijakan ekonomi. Limbah padat yang direuse dan recycle harus mencapai tingkat aman terlebih dahulu, dengan adanya kebijakan tersebut akan mengurangi volume limbah yang wajib diolah oleh intalasi.

Bentuk Kebijakan ekonomi lainnya adalah tidak dilakukannya daur ulang bahan bakar bekas reaktor karena membutuhkan biaya yang relatif mahal dan resiko pencemaran lingkungan sehingga membutuhkan biaya recovery yang tinggi.

Dalam kaitannya dengan pemilik/investor adalah pihak swasta maka perlu adanya upaya protektif terhadap lingkungan dalam bentuk jaminan finansial. Tujuannya adalah untuk memberikan kepastian biaya normalisasi apabila terjadi kontaminasi atau pencemaran yang mengakibatkan kerugian terhadap lingkungan hidup, pekerja dan masyarakat sekitar. Estimasi jaminan finansial meliputi faktor-faktor: luas lahan, jumlah vegetasi, makhluk hidup, dll.

2.2.3. Peratuaran

Peraturan merupakan instrumen hukum yang sangat dibutuhkan dalam menjamin lingkungan terhadap dampak negatif suatu instalasi nuklir dan failitas pendukungnya. Saat ini Indonesia telah memiliki perangkat hukum lingkungan yang cukup memadai, seperti berbagai Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan setingkat Menteri yang mengatur terkait masalah pengelolaan lingkungan.

Adapun peraturan yang terkait pengelolaan lingkungan instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya, meliputi:

1. UU 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. UU 10 tahun 1997 tentang Ketenaga nukliran

3. PP No. 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif.

4. PP No. 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.

5. PP No. 33 Th 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif.

6. Perka No 02/Ka-BAPETEN/V-99 Tentang Baku Tingkat Radioaktivitas di Lingkungan.

7. Perka Nomor 02-P/Ka-BAPETEN/VI-99 tentang Pedoman Proteksi Fisik Bahan Nuklir

8. Perka No. 03/Ka-BAPETEN/V-99 Tentang Ketentuan Keselamatan Untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif.

9. Perka No. 04/Ka-BAPETEN/V-99 Tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktif.

10.Perka No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 Tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi

11.Perka No 06/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Pembangunan dan Pengoperasian Reaktor Nuklir

12. Perka Nomor 11 Tahun 2007 tentang Ketentuan Keselamatan Instalasi Nuklir Non Reaktor.

Tantangan yang dihadapi saat ini adalah belum dirumuskannya peraturan tentang baku mutu limbah cair, baku mutu limbah padat dan baku mutu emisi untuk zat radioaktif. Dasar hukum yang digunakan untuk mengevaluasi hasil pemantaun lingkungan adalah Perka No 02/Ka-BAPETEN/V-99 Tentang Baku Tingkat Radioaktivitas di Lingkungan yang merupakan baku mutu ambien sehingga hasil pemantauan lingkungan tidak representatif menggambarkan keadaan sistem di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya. Penetapan baku mutu dilakukan dengan menggunakan parameter dose constrain yang diterima oleh anggota masyarakat tidak melebihi 0,3 mSv/tahun.

2.2.4. Kelembagaan

Saat ini Indonesia telah memiliki lembaga yang bersifat teknik operasional dalam mengelola lingkungan terkait dengan pengoperasian instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya, yaitu BAPETEN, KLH dan Bapedal pusat dan daerah.

Berdasarkan amanat UU No. 10 tahun 1997, Bapeten berkewenangan melakukan pengawasan terhadap pengoperasian instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya melalui peraturan, perizininan dan inspeksi. Dalam menjalankan tugasnya BAPETEN dapat berkoordinasi dengan institusi lain terkait masalah lingkungan.

Perlu adanya optimalisasi koordinasi antara BAPETEN dengan KLH dan Bapedal, sehingga pengawasan yang dilakukan terhadap instalasi nuklir tidak hanya mencakup pengawasan terhadap zat radioaktif tetapi juga parameter lain.

2.2.5. Pengawasan

Pelaksanaan pengawasan terhadap kegiatan di Insatalasi nukir dan fasilitas pendukungnya dilakukan oleh BAPETEN. Untuk mengetahui kepatuhan terhadap peraturan maka Bapeten melakukan inspeksi, yang terdiri dari inspeksi rutin dan inspeksi sewaktu-waktu. Laporan hasil pemantauan lingkungan yang disampaikan oleh instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya dibandingkan dengan hasil inspeksi BAPETEN.

Pengawasan yang dilakukan selama ini cenderung menitikberatkan pada aspek radioaktif, sementara dalam operasional di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya tidak menutup kemungkinan digunakan atau dihasilkannya zat non radioaktif yang juga perlu mendapat pengawasan. Keterlibatan intitusi terkait seperti KLH sangat penting dalam kegiatan pengawasan di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya.

2.2.6. Sumber Daya Manusia

Keberhasilan sistem pengelolaan lingkungan sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya karena manusia memegang keputusan untuk mengamati, mengendalikan proses, serta mengambil segala tindakan terkait keberlangsungan suatu proses dengan kata lain sumber daya manusia memegang peran kunci dalam usaha mencapainya tujuan sistem pengelolaan lingkungan. Dalam upaya pengelolaan lingkungan, manusia berperan mulai dari penyebab terjadinya dampak ke lingkungan sampai dengan upaya pemulihan lingkungan.

Pada makalah ini sumber daya manusia yang ditinjau meliputi:

1. Sumber daya manusia di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya; dan

2. Sumber daya manusia di instansi terkait lingkungan.

2.2.6.1. Sumber daya manusia di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya.

Dalam kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir, faktor manusia memegang peran utama. Beberapa pengalaman terjadinya kecelakaan nuklir maupun radiasi yang pernah terjadi disebabkan oleh faktor kesalahan manusia. Mengingat tenaga nuklir disamping mempunyai manfaat juga menyimpan potensi risiko, maka setiap personil yang terlibat dalam kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus mempunyai kualifikasi yang memadai sesuai dengan lingkup kegiatan yang ditanganinya.

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, petugas yang bekerja di instalasi nuklir dan fasilias pendukungnya wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh BAPETEN sehingga ada pembatasan bagi masyarakat untuk dapat bekerja di instalasi nuklir dan fasilias pendukungnya.

Dalam mendapatkan izin bekerja terdapat persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon petugas. untuk memperoleh izin bagi petugas pada instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya diharuskan menjalani kursus, dan pengujian untuk membuktikan kualifikasinya. Penyelenggaraan kursus sebagaimana dimaksud di atas dapat diselenggarakan oleh lembaga kursus yang telah diakreditasi oleh BAPETEN, kemudian sertifikasi personil atau petugas yang dapat bertindak sebagai PPR, Operator atau Supervisor Reaktor dilakukan oleh BAPETEN. Surat izin yang dikeluarkan oleh BAPETEN memiliki jangka waktu tertentu dan diwajibakan bagi petugas yang akan mengajukan perpanjangan surat izin untuk mengikuti penyegaran dengan tujuan menilai konsistensi kompetensi dari petugas yang bersangkutan. Dengan demikian dari segi kualitas dan kompetensi petugas di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya sudah tertata dan terkondisi dengan baik.

Dengan demikian peran petugas atau SDM terkait dengan pengelolaan lingkungan tinggal tergantung kedisiplinan dan kesadaran petugas untuk bekerja sesuai dengan perosedur dan mengutamakan faktor keselamatan dalam bekerja termasuk keselamatan lingkungan.

2.2.6.2. Sumber daya manusia di instansi terkait lingkungan.

Disebutkan dalam UU 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa segala hal terkait dengan tenaga nuklir diatur secara terpisah, hal ini memunculkan suatu persepsi bahwa tenaga nuklir dalam segala hal diatur secara khusus.

Akan tetapi pada kenyataannya, pemanfaatan tenaga nuklir juga melibatkan intansi lain yang salah satunya adalah intansi terkait dengan masalah lingkungan sehingga pengaturan tenaga nuklir juga harus menyesuaikan dengan pengaturan lingkungan secara umum.

Keadaan tersebut menuntut adanya kesiapan sumber daya instansi terkait untuk mengatasi masalah lingkungan yang disebabkan oleh kegaiatan di instalasi nuklir. Fenomena yang ada sekarang, sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang tenaga nuklir hanya di Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan Badan Pelaksana.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu adanya pembinaan dan peningkatan kompetensi instansi tersebut dalam bentuk pelatihan atau kursus sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah lingkungan yang kemungkinan diakibatkan oleh kegiatan di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya.


BAB III

KESIMPULAN

1. Sistem pengelolaan instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya di Indonesia sudah berjalan cukup baik dan hanya membutuhkan penyempurnaan sehingga lebih efektif dan efisien.

2. Terdapat enam unsur dalam sistem pengelolaan lingkungan, yaitu: kebijakan lingkungan, kebijakan ekonomi, peraturan, kelembagaan, pengawasan, dan sumber daya manusia.

3. Perlu dibukanya peluang pengelolaan limbah secara on site atau pemanfaatan ulang (reuse) dan daur ulang (recycle) dari limbah radioaktif yang sudah mencapai nilai baku mutu sehingga akan mengurang volume limbah, biaya pengelolaan dan nilai guna dari limbah tersebut.

4. Dalam hal investasi instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya dimiliki oleh swasta maka diperlukan adanya jaminan finansial terhadap perlindungan lingkungan.

5. Perlu dirumuskan dan dipersiapkan baku mutu limbah radioaktif cair, padat dan gas sehingga sangat membantu dalam operasional pengelolaan limbah radioaktif.

6. Pengawasan terhadap instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya harus dilakukan secara komprehensif, yang bersifat radioaktif maupun non radioaktif sehingga diperlukan peningkatan koordinasi antara BAPETEN dengan institusi lain terkait dengan masalah lingkungan hidup, yaitu; KLH, Bapedal pusat dan daerah.

7. Kompetensi sumber daya manusia di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya sudah tertata dan terkondisikan dengan baik tetapi sumberdaya di institusi lain yang terkait dengan lingkungan hidup perlu peningkatan kualitasnya di bidang ilmu nuklir sehingga dapat mendukung BAPETEN dalam melakukan pengawasan lingkungan di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya.


DAFTAR PUSTAKA

UU No 10 Tahun 1997, Ketenaganukliran, Jakarta, 1997.

Geoffrey G Eichholz, Environmental Aspects of Nuclear Power, Ann Arbor Science Publisher, Michigan, 1977.

H. Soewondo, Djojo soebagio, Polusi Radioaktivitas Terhadap Flora dan Fauna, Proceeding lokakarya Keselamatan Reaktor dan Segi Humasnya, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta, 1976.

UU No. 23 Tahun 1997, Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 1997


Tidak ada komentar: