I made this widget at MyFlashFetish.com.

Minggu, 29 Maret 2009

Peran Vegetasi terhadap Tata Air

Hutan atau pohon-pohonan mengkonsumsi air lebih tinggi dari vegetasi lainnya.
Rata-rata konsumsi air (penguapan) tahunan hutan tropika basah dataran rendah adalah
sebesar 1.400 mm dan hutan pegunungan sebesar 1.225 mm. Sebagai pembanding,
rata-rata konsumsi air tanaman pertanian berumur pendek adalah antara 1.100–1.200
mm per tahun. Selain itu tajuk tanaman hutan mengintersepsi (menahan) sebagian
curah hujan dan kemudian penguapkannya kembali ke udara sebelum mencapai
permukaan tanah. Jumlah air yang terintersepsi bisa mencapai 500 mm per tahun
tergantung kepada lebat tidaknya hutan dan pola hujan.
Dengan demikian penebangan hutan atau konversi hutan menjadi peruntukan lain
berpotensi meningkatkan debit air di sungai dan kalau sungainya bermuara ke danau,
mempertinggi muka air danau. Kenaikan tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh berapa
luas lahan hutan yang dikonversi, relatif terhadap luas total DTA, bagaimana bentuk
penggunaan lahan sesudah hutan dibuka, dan apakah DTA cukup luas dibandingkan
dengan luas muka air danaunya sendiri.
Suatu analisis oleh Meine van Noordwijk (2002) menghubungkan data perubahan
debit sungai Way Besai di Lampung dengan curah hujan dan perubahan penggunaan
lahan dari tahun 1975 sampai tahun 1998. Dalam kurun waktu tersebut luas hutan primer
menciut dari sekitar 60% menjadi kurang lebih 16% dari luas total DAS (sekitar 50.000
ha). Kebanyakan lahan yang sudah dikonversi tersebut digunakan untuk pertanaman
kopi. Data curah hujan tahunan menunjukkan kecenderungan penurunan, namun yang
menarik adalah debit air sungai Way Besai secara rata-rata tahunan cenderung
meningkat.
Dapatkah Penanaman Pohon Meningkatkan Muka Air Danau?
Telah diterangkan bahwa hutan atau pohon-pohonan menguapkan air lebih
banyak, baik penguapan melalui mulut daun (transpirasi), maupun penguapan langsung
dari permukaan daun karena intersepsi. Apabila suatu DTA dihutankan kembali, secara
perlahan tingkat evaporasi dan transpirasinya akan meningkat sehingga jumlah air yang
mengalir sebagai aliran permukaan dan aliran bawah permukaan menuju danau
cenderung menurun. Jadi apabila yang menjadi masalah utama adalah rendahnya debit
sungai atau menurunnya muka air danau, maka penanaman pohon-pohonan bukan
merupakan solusi. Walaupun berkembang persepsi bahwa penanaman pohon dapat
menaikkan debit dasar sungai sehingga mengurangi resiko kekeringan, namun sulit
ditemukan data penelitian yang mendukung persepsi ini.
3
Jika manfaat penanaman pohon-pohonan dilihat dengan indikator yang berbeda,
ceritanya tentu akan lain. Banyak manfaat ekonomi dan lingkungan yang bisa
diharapkan dari penanaman pohon tergantung jenis pohonnya. Erosi dan debit puncak
sungai dapat diturunkan, sumber pendapatan baru akan tercipta, keanekaragaman hayati
dan penambatan karbon (carbon sequestration) dapat ditingkatkan, dan lingkungan DTA
yang gersang akan dapat berubah menjadi hijau yang memberikan daya tarik tersendiri.
Lalu bagaimana cara mengurangi masalah penurunan air danau?
Untuk danau yang airnya dialirkan ke luar (untuk membangkit tenaga listrik atau
irigasi) melebihi debit yang mengalir secara alami, penghematan penggunaan air
merupakan cara yang paling efektif mengurangi penciutan muka air danau.
Pertanyaannya, siapkah pengguna tenaga listrik menurunkan konsumsi listriknya secara
signifikan? Cara lain adalah mengusahakan agar kelebihan air pada musim hujan
tersimpan di dalam DTA dan kemudian dialirkan secara perlahan ke danau, misalnya
melalui pembuatan rorak, kolam ikan, dan berbagai teknik penampungan air di dalam
DTA yang membantu meningkatkan infiltrasi. Tetapi kalau penciutan air danau cukup
besar, cara ini tidak banyak membantu. Air yang terinfiltrasi secara perlahan akan
mengalir ke danau melalui aliran bawah tanah (sub-surface flow). Apalagi langkah non
vegetatif ini memerlukan biaya yang mahal dan pembuatannya perlu berhati-hati,
terutama pada kawasan yang rawan longsor.
Penutup
Apabila suatu kawasan diganggu keseimbangannya pasti akan menimbulkan
dampak. Pihak terkait tinggal memperhitungkan manfaat mana yang lebih dipentingkan
dan dampak apa yang dapat ditolerir. Untuk DTA Singkarak, dampak positif dari PLTA
adalah tersedianya tenaga listrik yang menghidupkan perekonomian dan perindustrian
Sumatera Barat. Dampak negatifnya antara lain adalah penurunan muka air danau yang
diikuti penurunan debit air yang mengalir dari danau ke Sungai Ombilin dari rata-rata 40
m3/detik menjadi sekitar 2 sampai 6 m3/detik. Akibatnya banyak areal persawahan
kekurangan air dan kincir air tradisional untuk irigasi di sepanjang aliran sungai Ombilin
tidak dapat dioperasikan (Helmi, 2003). Untuk itu perlu dirumuskan bagaimana
memecahkan masalah petani padi sawah di aliran Sungai Ombilin. Sementara itu,
penghijauan di DTA Singkarak yang sebagian bukitnya gundul dapat memberikan
berbagai jasa lingkungan dan sumbangan ekonomi, tergantung kepada pilihan
komoditasnya, namun tidak termasuk di antaranya jasa berupa pemulihan kembali muka
air danau ke tingkat semula.

Tidak ada komentar: